« Home | Lelaki Cakrawala » | Senja di Jakarta » | Menulis Matahari » | Menyala Api » | Bulan Gendut » | Malam Beludru » | Omega » | Api dan Candu » | Perempuan yang Kehilangan Hidungnya » | Mata Itu »

Masih Ada Puntung Rokokmu

Masih ada puntung rokokmu di kamarku
Yang kau hisap tempo hari di ranjangku
Sambil bicarakan malam,
Panggung, dan embun
Ada teh panas yang masih mengepul
Dan rindang mata saat kita harus meringkus kelam
Enggan kita akhiri malam
Enggan kita pingsan di atas ranjang

Masih ada sikat gigimu di kamarku
Sengaja kau tinggalkan
Sebab suatu saat ku tahu kau kan kembali lagi
Meradang malam
Menggurat kenangan dalam keningkening lebam

Kita memang tidak seharusnya diperjauhkan
Perbedaan
Sebab ketika kita bertatapan
Kita melihat diri kita sendiri

Bercermin dan bercermin
Lagi dan lagi
Betapa mata menghantarkan hangat
Seperti teh itu

Masih ada baumu di ranjangku
Hangat dan menyengat
Baubau badan yang kusuka: ketiak dan tengkukmu
Tubuhmu sehangat teh itu
Bibirmu enduskan perjalanan gulita
Seperti angin, kau menjadi bunga tidurku
Dalam episode malam selanjutnya

Kau masih perlu rokok
Sebungkus dua bungkus
Bukan tujuh batang dalam asbak itu
Kau masih perlu odol
Kuekue, teh celup, dan nutrisari
Semua kusimpan dalam almari
Rapi seperti caraku melipat baju

Begitu banyak yang harus jadi
Kenyataan
Saat kau kembali nanti

Gading rindu, 11 Januari 2007