Mata Itu
Sebab ke manakah lagi ia bermuara, kasihku? Ke manakah ia berakhir? Seperti hilir dan meander yang bermuara pada perabuannya?
Kuperawani matamu satu-satu sebelum aku menjadi batu. Kujelajahi mata sayu yang penuh noda itu hingga ke putih kelapa gading dadamu. Tempat segumpal daging kehidupan tumbuh untuk dihisap nyawa-nyawa yang haus kasih. Di sanalah darah menjelma susu yang berjeda, seperti halnya air menuju laut.
Di manakah kau tahu batasnya? Di manakah kau bisa bedakan asin dan tawar itu, kasihku? Di manakah kau bisa bedakan bahagia dan derita itu?
Paa tepian garis pantai itu, kutemukan bulu matamu berserak seperti daun-daun kering di bumi musim gugur.
Yang dalam itu telah kuselami dan tak kutemui dasarnya.
Mata Anyer, 6 February 2006
Comments